Rabu, 26 Oktober 2011

Berpikir Sederhana

Terpetik sebuah kisah, seorang pemburu berangkat ke hutan dengan membawa busur dan tombak. Dalam hatinya dia berkhayal mau membawa hasil buruan yang paling besar, yaitu seekor rusa. Cara berburunya pun tidak pakai anjing pelacak atau jaring penyerat, tetapi menunggu di balik sebatang pohon yang memang sering dilalui oleh binatang-binatang buruan.

Tidak lama ia menunggu, seekor kelelawar besar kesiangan terbang hinggap di atas pohon kecil tepat di depan si pemburu. Dengan ayunan parang atau pukulan gagang tombaknya, kelelawar itu pasti bisa diperolehnya. Tetapi si pemburu berpikir, "untuk apa merepotkan diri dengan seekor kelelawar? Apakah artinya dia dibanding dengan seekor rusa besar yang saya incar?"

Tidak lama berselang, seekor kancil lewat. Kancil itu sempat berhenti di depannya bahkan menjilat-jilat ujung tombaknya tetapi ia berpikir, "Ah, hanya seekor kancil, nanti malah tidak ada yang makan, sia-sia." Agak lama pemburu menunggu. Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki binatang mendekat, pemburupun mulai siaga penuh,tetapi ternyata, ah... kijang. Ia pun membiarkannya berlalu. Lama sudah ia menunggu, tetapi tidak ada rusa yang lewat, sehingga ia tertidur.

Baru setelah hari sudah sore, rusa yang ditunggu lewat. Rusa itu sempat berhenti di depan pemburu, tetapi ia sedang tertidur. Ketika rusa itu hampir menginjaknya, ia kaget. Spontan ia berteriak, Rusa!!!" sehingga rusanya pun kaget dan lari terbirit-birit sebelum sang pemburu menombaknya. Alhasil ia pulang tanpa membawa apa-apa.

Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Ia berpikir yang tinggi-tinggi dan bicaranya pun terkadang sulit dipahami. Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya ia memperoleh sesuatu yang berharga. Tidak jarang orang orang seperti itu menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa.

Rukun waris

  1. Al-Muwarrits, yaitu mayit.
  2. Al-Warits, yaitu dia yang masih hidup setelah meninggalnya Al-Muwarrits.
  3. Alhaqqul Mauruts, yaitu harta peninggalan


dilaksanakan berurutan jika semua itu ada, sebagaimana dibawah ini :
  1. Dikeluarkan dari harta waris untuk penyelesaian kebutuhan mayit, seperti kain kafan dan lainnya.
  2. kemudian hak-hak yang berhubungan dengan barang yang ditinggalkan, seperti hutang dengan sebuah jaminan barang dan semisalnya.
  3. Kemudian pelunasan hutang, baik itu yang berhubungan dengan Allah seperti zakat, kafarat dan semisalnya, ataupun yang berhubungan dengan manusia.
  4. Kemudian pelaksanakan wasiat.
  5. kemudian pembagian waris –dan inilah yang dimaksud dalam ilmu ini

Definisi Ilmu Faraidh


Ilmu Faraidh : Ilmu yang diketahui dengannya siapa yang berhak mendapat waris dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli waris.
Pembahasannya : Seluruh peninggalan, yaitu apa yang ditinggalkan oleh Mayit baik itu berupa harta ataupun lainnya.
Hasilnya : Penyampaian seluruh hak kepada mereka yang berhak menerimanya diantara ahli waris.
Faridhah : adalah jatah tertentu sesuai syari'at bagi setiap ahli waris, seperti : sepertiga, seperempat dan lainnya.

KITAB FARAIDH


 Mencakup pembahasan berikut ini :

  1. Definisi Ilmu Waris/Faraidh
  2. Hak-hak Yang berkaitan dengan harta warisan
  3. Syarat dan Rukun Waris
  4. Penghalang Mendapat Warisan
  5. Sebab - Sebab Dapat Warisan
  6.   Furud / bagian yang telah ditentukan dalam Al - Qur'an
  7. Ashab Al Furud
  8. Ashobah
  9. Hijab
  10. Ta'silul Masail
  11. Pembagian Tirkah
  12. Dzawil Arham
  13. Bagian Al-Haml
  14. Bagian Hunsta Muskil ( Waria)
  15. Bagian Mafqud ( Orang Hilang)
  16. Bagian Gorqo ( Meninggal tenggelam/Meninggal Bersama)     

Pendahuluan Ilmu Waris

Bismillah.. alhamdulillah, shalatan wasalaman alanabiyyinal karim waala alihi wasahbihi ajmain, ammaba’du,..

Manusai adalah makhluk yang paling sempurna, dalam kesehariannya tentunya banyak keperluan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya itu, dan posisi harta tentunya adalah menjadi wasilah (penghubung) untuk memenuhi kebutuhan kesehariannya. Setelah sepeninggalnya siempunya harta maka selesailah kebutuhannya dan selanjutnya Syariah Islamiyahmengatur harta tadi yang menjadi kebutuhanya sewaktu hidup untuk diteruskan kepada ahli warisnya. Dan untuk membagikan harta warisan tadi tentunya dibutuhkan ilmu mawaris sebagai ilmu yang mengatur konsep pembagian harta warisan.

Saudara serta saudariku sekalian. Sungguh bersykur kita sebagai penganut ajaran islam mempunyai konsep yang sempurna untuk mengatur segala aktifitas kehidupan hambanya dari mulai tata cara masuk kamar mandi sampai bagaimana konsep perekonomian semuanya dibahas tuntas oleh Islam melalui ayat-ayat Quran-Nya dan Hadis Nabi SAW.Subhanallah. Disana ada konsep terperinci tentang pembagian harta warisan yang mana Allah subhanahu wataala telah memberikan penetapan hukum waris dengan teks penjelasan yang sangat terperinci seperti tertera pada surat An-Nisa ayat 11,12,127,176 an surat Al-Anfal ayat 75.

Dalam teks-Nya jelas Allah subhanahu waaala telah mewajibkan kapada kita kaum muslimin untuk selalu konsisten melaksanakan hukum islam hingga masalah warisan sekalipun. Tentunya banyak hikmah dan ilmu yang kita peroleh dari ayat-ayat mawaris diatas sebagai contoh ayat mawaris adalah satu dari ayat-ayat Al-quran yang menyebutkan sesuatu secara detail dan dengan bilangan terperinci tidak salah kalau dikatakan ayat tersebut menjadi satu dari kajaiban-keajaiban Al-quran yang mana ayat tersebut turun pada masa itu sekitar abad ke 7-M sudah memberikan jenis perhitungan yang sangat rinci padahal pada waktu yang sama manusia tidak mengenal sama sekali jenis perhitungan seperti pada zaman sekarang, bukankah ini pertanda bahwa kaum muslimin dan muslimah harus pandai dan bisa menguasai dunia dengan teknologi kekinian dan ilmu hitungnya yang hebat.

Ketika sebelumnya orang-orang jahiliyah dalam kebodohannya sudah menetapkan hukum waris yang jauh dari nilai-nilai keadilan, mereka tidak memberikan harta warisannya kepada anak-anak dan perempuan, lalu dengan diturunkannya Al-quran Allah membatalkan hukum waris jahiliyah tersebut dengan hukum waris yang adil. sebagaimana disebutkan pada ayat-ayat-Nya dibawah ini:

Surat An-Nisa ayat 11:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan 272; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua 273, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya memperoleh seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 4:11)”

Surat An-Nisa Ayat 12:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (QS. 4:12)

Surat An-Nisa Ayat 127:
“Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur'an (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya". (QS. 4:127)”

Template by:
Free Blog Templates